26 September 2015

REVIEW iLuv Peppermint

iLuv peppermint.. Sebuah IEM entry level yang sempat bikin heboh. Sayangnya foto-foto dari peppermint ini lama terjebak di handphone saya yang kena musibah, sehingga saya terlambat untuk curhat di sini mengenai suaranya. Bagaimana impresi dari IEM yang dibanderol Rp 80.000 (Agustus 2015) ini?

Packing dan paket penjualan
Tidak ada yang menarik dari paket penjualan maupun aksesoris yang diberikan.  Di dalam packingnya yang berbentuk silinder gepeng ini, kita hanya akan menemukan IEM dan 3 pasang silicone tips. Sangat standar.

Desain, Build Quality, dan Kenyamanan
Tidak ada yang menarik untuk dibahas dari segi desain. Terasa sangat plain dan tidak ada sesuatu yang membuat mata terpana.
Satu yang saya cukup suka adalah, di bagian atas housingnya ada semacam cekungan, yang ternyata sangat-sangat membantu ketika akan melepaskan IEM ini dari telinga, karena jari kita tepat akan berada di cekungan itu.
Jacknya model straight gold plated, dengan body yang ramping.
Ketika digunakan, surprisingly iLuv peppermint ini terbilang nyaman. Silicone eartipsnya lumayan, biasanya IEM murah tipsnya cenderung kasar dan tidak enak dipakai, namun hal itu tidak terjadi pada peppermint.
Hal yang sangat-sangat disayangkan justru datang dari kabel. Memang sih kabelnya kekinian banget, model-model gepeng kwetiau gitu. Sialnya, bahan pembungkus kabel ini jelek sekali, terlihat kusut. Apalagi ketika baru membuka boxnya, kabel digulung sangat kecil dan ketika gulungannya dibuka, kabel terlihat kriting. Sangat jauh sekalin dengan kabelnya Quadbeat 2, sama-sama kwetiau, tapi Quadbeat 2 kabelnya tidak terlihat kusut meski sengaja digulung asal-asalan sekalipun.

Suara
Setup yang digunakan untuk berimpresi :
1. Laptop > dacport
2. Basic MDX50
iLuv peppermint ini sudah diberi jam terbang cukup tinggi, di atas 100 jam untuk bermusik.
IEM ini overall karakter suaranya klasik V-shaped, bass dan treble lebih menonjol dibanding mid/vokalnya.

iLuv Peppermint memiliki bass yang terbilang cukup besar dan sedikit boomy, bagi Anda yang suka bass saya rasa Anda tidak akan kekurangan kuantitas bass. Hal yang menyenangkan adalah pukulannya terbilang cukup rapi dan solid untuk IEM 80 rebu doang. Hantaman bass empuk dan sangat fun untuk musik-musik ngebeat. Namun untuk musik-musik dobel pedal cepat bassnya blepotan, tidak tegas batas antarpukulannya.

Meski V-shaped, tidak membuat mid dan vokal peppermint ini tenggelam dan tertutupi. Vokal terdengar bersih dan lepas, tidak termakan oleh bass. Suara-suara di midrange pun terbilang bersih untuk IEM harga segini. Petikan gitar, biola, dan instrumen yang numpang main di midrange terdengar jelas dan tidak terasa mendem atau tertahan. Jangan berharap mendapatkan vokal yang intim bertekstur dengan artkulasi memukau, atau detail instrumen yang bikin merinding. Untuk harga segini sih, bagi saya pribadi midrange/vokal yang tidak mendem dan tidak terserang frekuensi lainnya (terutama bass) sih sudah sangat menyenangkan yah.

Highnya cukup, presentasinya tidak mendem maupun terlalu sparkling. Gemerincing  di high sangat mudah dirasakan, tidak ngumpet, yaa meski tekstur maupun detailnya tidak terlalu impresif. High tidak terasa tajam, ketika saya menaikkan volume, high masih terasa enak dan solid, tidak ada gejala terlalu tajam atau pecah.

Jangan berharap banyak pada separasi, soundstage, dan detail dari peppermint ini. Separasi meski kadang masih ada yang bertumpuk namun setidaknya sudah cukup rapi. Soundstage sempit, dan cenderng 2D, imaging suaranya hanya kanan-kiri saja. Detail cukupan saja, cukup sulit untuk mendengarkan detail yang kecil-kecil, namun untuk easy listening sih sudah mumpuni.

Bicara soal genre, iLuv peppermint terbilang cukup allrounder, asalkan bukan untuk musik-musik brutal yang banyak dobel pedal cepat. Bestnya sih di musik-musik yang banyak beat bassnya, seperti EDM. Untuk pop modern pun terasa asyik.

Kesimpulan
Saya rasa iLuv peppermint memiliki potensi yang sangat besar untuk jadi "racun" pertama menuju dunia audio yang lebih jauh. Memang sih jangan berharap banyak pada aspek technicality, namun mendengarkan IEM yang hanya berbanderol 80rb ini sangatlah menyenangkan.

Karakter V-shaped dengan bass solid, mid+vokal bersih dan tidak tenggelam, serta high yang cringnya pas, tidak tajam ataupun mendem, saya rasa akan mudah disukai pasar entry level. Apalagi suara keseluruhan terbilang cukup rapi untuk IEM harga segini.

Saya pribadi tidak akan banyak protes dengan apa yang diberikan iLuv peppermint di harga segini, suara terasa sangat menyenangkan dan tidak membuat lubang yang terlalu besar di kantong Anda.

04 September 2015

Review Basic IE200

Basic strike again!
Setelah sebelumnya memperkenalkan Basic MDX50, Basic juga meluncurkan IEM over ear bernama IE200 with detachable cable. Ingat Moxpad X3? Yap, IE200 pun mengambil pakem serupa, dengan harga yang ditawarkan Rp 200.000
Paket penjualan
IE200 ini akan mendapatkan 3 pasang eartips plus sebuah foam tips, tak lupa diberi shirt clip untuk menjepitkan kabel ke baju. Kelengkapan lainnya akan diupdate jika sudah rilis resmi
Desain, Build Quality, dan Kenyamanan
Basic IE200 menganut desain over the ear ala ala stage monitor alias penggunaannya dilingkarkan ke atas telinga. Mungkin beberapa orang awam kurang terbiasa menggunakannya, namun desain over ear seperti ini memberikan kenyamanan dan kestabilan lebih ketika kita bergerak, sehingga desain ini banyak digunakan untuk stage monitor atau sport. Sejauh ini hanya ada pilihan warna hitam transparan sehingga kita bisa melihat driver dynamic di dalam IEMnya. Tarikan garis desain pada bodynya pun mendongkrak penampilan IE200 ini menjadi lebih keren.
 i
Build quality cukup baik, terbuat dari plastik yang kokoh dan sambungan antarpanel bodynya rapi. Konektor detachable cablenya pun solid, tidak ringkih.
Bicara konektor kabel, IE200 menggunakan pin khusus, berbeda dengan pin yang banyak beredar di pasaran semisal MMCX.
Jack IE200 ini mengingatkan pada bentuk jack Shure SE215. Body jack besar, bagi Anda yang gemar menggunakan case tambahan yang tebal pada DAP atau handphone ditakutkan jack tidak bisa masuk dengan sempurna.
Ketika dipakai, IE200 ini kenyamanannya baik, fittingnya sangat mudah, dan sangat stabil di telinga meski diajak bergerak aktif. Saya tidak menyangka, padahal kalau dipegang eartipsnya tidak terlalu empuk dan lembut, namun ketika dipakai terasa nyaman. Tentu jangan disamakan level kenyamanannya dengan Sony hybrid, ortofon, spinfit, dkk. Dan kalau merasa kurang cocok dengan eartips silikon, Anda masih punya pilihan menggunakan tips foam.

Suara
IE200 ini sudah diberikan jam terbang cukup tinggi untuk mendendangkan musik, yaitu lebih dari 100 jam.
Setup yang digunakan untuk test :
1. Laptop with centrance dacport, player foobar2000 dan bughead
2. Basic MDX50

Kalau Anda suka tipikal suara Moxpad X3, Anda juga pasti akan suka dengan IE200, karena arah suaranya sama.. Suaranya warm dan fun.
IE200 memiliki bass yang besar dan boomy, terasa empuk dan nendang bergetar di telinga, impactnya oke meski hantamannya cenderung agak lebar. Bassnya sangat fun, untuk nyetel lagu yang banyak hentakan-hentakan bassnya sangat nikmat. Namun bass seperti ini kurang cocok untuk lagu-lagu metal yang banyak dobel pedal bass drum cepat, terasa kurang gesit, terlalu lebar, dan kadang overpower.

Vokal terasa sedikit mundur. Presentasi vokal sangat halus, hangat, dan cukup sweet, tidak ada sibilance samasekali. Ketika nyetel lagu-lagu vokal, terasa mengalun lembut dan cukup emosional meski clarity dan artikulasi vokalnya tidak impresif. Saya pribadi harus menurunkan level bassnya dengan equalizer agar vokal lebih nyaman, bersih, dan meminimalisir bass yang kadang overpower. Instrumen-instrumen di midrange terasa smooth namun kurang detailed.

Highnya smooth tapi kuantitasnya kurang banyak. Meski tidak terkesan terkungkung namun karena kuantitas high kurang banyak hingga kesannya treble sedikit ngumpet. Positifnya sih pada IE200 ini sedikitpun tidak ada suara tajam. Setel musik trance, kencangkan volume, dan Anda pun siap bergoyang tanpa takut muncul treble tajam menyayat kuping.

Soundstage IE200 ini cukup lebar, tidak berkumpul di tengah semua. Separasi juga cukup baik, suara-suara cukup rapi, namun untuk instrumen yang kompleks memang masih sedikit kurang tegas. Detail pas-pasan, bagi Anda pecinta microdetail mungkin kurang sreg, namun bagi Anda yang doyan fun listening sih cukup-cukup saja.

Bicara genre musik yang cocok dibawakan oleh IE200, genre-genre basshead adalah jawabannya. Buat pop modern pun tidak kalah enak. Untuk genre-genre, vokal, jazz, blues, akustik, rock, dan metal, bass kadang terlalu lebar dan overpower.

Kesimpulan
IE200 ini cocok bagi Anda yang suka hentakan-hentakan bass powerfull. Bassnya empuk, bertenaga, dan fun. Desain over ear nya pun cakep, untuk dipakai berolahraga atau kegiatan di luar ruangan terasa nyaman.
Namun jika berharap clarity dan detail lebih pada lagu genre tertentu misal vokal, jazz, atau akustik, bass IE200 ini terasa overpower dan lebih enak kalau levelnya diturunkan sedikit menggunakan equalizer. Treble yang sedikit ngumpet mungkin jadi kendala juga bagi sebagian orang, tapi bagi Anda yang benci treble nyerang mungkin akan suka.

31 August 2015

REVIEW Basic MDX50

Basic strike again!
Saat ini DAP (Digital-or Dedicated- Audio Player) model tertinggi dari Basic adalah Basic M90. Sekarang M90 tidak sendirian lagi di kasta teratas DAP Basic, karena akan ada model baru lagi bernama Basic MDX50. Berbeda dengan Basic M90, MDX50 ini rencananya tidak akan dibundling dengan earphone, alias dijual hanya DAP saja. Rencananya, MDX50 akan dilepas di harga Rp 550.000 - Rp 600.000.

Spesifikasi
Screen : OLED display 1,1"
Connector : 3,5mm audio jack, microUSB for data transfer and charging
Storage : 16GB internal, microSD card slot
Battery : more than 80 hours
File support : MP3, WMA (WMA lossless not supported), FLAC (24 bit not supported), WAV, M4A AAC (ALAC not supported), OGG

Paket penjualan
Akan diupdate kemudian

Desain dan Build Quality
Pertama melihat MDX50 ini, yang langsung terlintas di pikiran saya adalah bentuknya seperti remote AC, remote DVD player, atau remote apapun itu lah. Dari atas terlihat seperti balok panjang dengan tombol-tombol raksasa di atasnya.
Bagian belakang plain, tidak ada pernak-pernik apa-apa kecuali tulisan tipe produk dan tulisan-tulisan kecil lainnya. Maaf jika unit yang saya sudah terlihat tidak terlalu mulus lagi, tapi kenyataannya tidak sehoror itu kok, efek pencahayaan membuat baret pemakaian jadi terlihat berlebihan.
Badan MDX50 ini terbuat dari plastik atau bahan lainnya yang mirip-mirip, namun diberi finishing ala-ala brushed metal. Bobot body MDX50 ini sangat ringan, ketika digenggam bahan plastik ringan yang diberikan memberi kesan "murah" dan "kopong", terasa seperti memegang lego mainan anak. Bagian permukaan yang diberi aksen brushed metal pun mudah terkikis, maklum bahan plastik tidak sekeras metal. Namun disamping itu semua, setidaknya pembuatan body dan tombol rapi, sehingga ketika digenggam dan dioperasikan tetap solid, tidak ada bagian yang goyang-goyang.
Di samping terdapat slot microSD tanpa penutup. Bagian bawah berjejer lubang microUSB untuk data transfer dan jack 3,5mm. Tombol power model geser hinggap di bagian atas sendirian.


UI, Navigasi, Penggunaan
Salahsatu faktor yang saya sangat suka dari Basic MDX50 adalah sisi ergonomisnya. DAP ini sangat nyaman digenggam, pun sangat mudah dioperasikan. Dengan dimensi body yang pas, ditambah dengan tombolnya yang besar-besar, sangat memudahkan kita dalam menjelajahi isi dari MDX50 ini. Tanpa perlu melihat tombol secara langsung, kita bisa mengontrol MDX50 ini dengan sangat mudah. Yaa memang sih tombol besarnya ketika ditekan bunyi "cetak cetak", lagi-lagi memberikan kesan "murah", tapi setidaknya tetap nyaman ketika ditekan.

Layar OLEDnya hanya menampilkan warna hitam putih, namun kontras antara hitam dan putihnya baik sekali, sehingga layar terlihat bening. Dipakai di luar ruangan pun tidak masalah, tampilan menu pada layar tetap terlihat jelas, namun jika direct to sunlight memang menjadi sulit terlihat.
User Interface MDX50 ini sangat simpel, hanya memuat 4 baris tulisan, setidaknya pada menu utama dibuat icon-icon yang cukup keren. Navigasi antarmenu maupun di dalam menunya enak, responsif, tidak lemot, tidak ribet, dan tidak bikin pusing. Saya rasa Anda tidak perlu buku manual. Yang perlu diperhatikan, tekan+tahan tombol back akan memunculkan menu "options" ketika Anda sedang berasa di dalam submenu.

Music Player
Ketika membuka menu musik, kita langsung disapa dengan library. Sorting file cukup bagus, bisa all songs, artist, album, atau genre. Kita pun bisa membuat playlist sendiri, dengan cara sorot file yang ingin dimasukkan ke playlist, kemudian tekan+tahan tombol back, dan pilih menu add to playlist. Disediakan 3 slot playlist yang bisa kita gunakan untuk menyimpan lagu favorit.
Tampilan ketika memutar musik sederhana, namun sudah cukup informatif. Jangan berharap album art dari lagu anda akan muncul di sini. Ketika sedang di menu now playing, kita bisa tekan+tahan tombol back untuk memunculkan opsi tambahan, misalnya play mode (shuffle, repeat), sound setting (Equalizer, playback speed), mengatur sleep timer, dan menambah atau menghapus lagu yang sedang dimainkan dari playlist. Oh ya, equalizer yang diberikan hanya preset saja, kita tidak bisa membuat equalizer sendiri.
File dari microSD pun bisa masuk ke library, akan bersatu dengan file yang disimpan di internal, jadi lagu di memory internal dan eksternal tidak terpisah layaknya di Basic M90. Jika ketika memasukkan microSD lagu-lagunya belum masuk ke library, scan manual dengan cara masuk ke menu musik > card folder, muncul notifikasi "create list or not" pilih YES. Scanning file berjalan cukup cepat.

Sound Quality
Beberapa cans yang digunakan untuk test :
Takstar TS671, Sony XBA100, basic IE200, dan iLuv peppermint
DAP pembanding : Xduoo X2, sansa clip+, laptop with centrance dacport

Power dari DAP standar lah untuk DAP masa kini alias cukup besar. Untuk mendrive TS671, suara sudah nyaman di volume 18 dari skala maksimal 31. Untuk earphone-earphone yang ringan, cukup di volume 10 sampai 12.

Langsung saja colok cans dan memutar lagu. Hal pertama yang saya rasakan, MDX50 ini suaranya warm, berkebalikan dengan saudaranya, Basic M90 yang sedikit bright. MDX50 ini pun terasa lebih musikal dibanding saudara semerknya yang memang sih lebih bening dan detil namun terasa dry dan agak membosankan.

Bass MDX50 ini berbobot dan empuk, impactnya cukup baik dan lebih nendang dari M90. Pukulan bass sedikit lebar, namun tidak luber kemana-mana. Untuk lagu-lagu EDM dan pop modern mainstream, presentasi bass seperti ini terasa nikmat, memberi kesan fun dengan bobot dan impact yang baik. Namun ketika nyetel musik-musik yang banyak dobel pedalnya, batas antargebukannya sedikit kurang tegas. Tidak lambat menurut saya, hanya kurang tight saja jadi kurang jelas batas gebukannya.

Midrange dan vokal dipresentasikan dengan lembut, memberikan kesan relax dan hangat. Penempatan vokal di tengah, tidak ditemukan sibilance di sini. Suara-suara instrumen yang kebetulan sedang main di midrange terasa cukup bersih, meski detailnya tidak wow banget. Tidak ada suara-suara tajam atau kasar yang bikin cepat capek, semuanya terasa lembut dan hangat.

High MDX50 ini smooth tapi jangan dianggap mendem looh. High tidak terlalu sparkling dan terasa kurang extend. Tidak ada suara kasar atau tajam samasekali di high, semua serba lembut dan memberikan kesan relax. Detail di high tidak wow banget, kalau sekedar cis cis dan gemerincing sih terdengar jelas, namun detail detail yang lebih kecil dan juga tekstur simbal terkadang sedikit kurang greget.

Soundstage medium, dibilang luas tidak, dibilang sempit juga tidak. Hal yang cukup menyenangkan dibanding M90 adalah tidak terasa 2D banget lagi, suara-suara terasa lebih menyebar. Separasi cukup baik dan lumayan rapi, untuk suara-suara yang kompleks kadang sedikit kurang tegas sih, namun tidaklah buruk, apalagi kalau kuping kita tidak rewel. Detail biasa saja, tidak terlalu menonjol, namun untuk bermusik santai sih sudah cukup banget .

Fitur Extra
Terdapat beberapa fitur ekstra di Basic MDX50 ini.
Pertama ada Radio FM. Fitur pada radio standar saja, kualitas suara pada radio pun kurang bersih dan sangat sensitif terhadap penempatan kabel earphone. Dibandingkan dengan radionya Nokia E52, suara radio MDX50 masih kalah jernih. Terdapat pula fitur FM recording, file akan disimpan dalam format WAV 16bit, 512kbps, 16khz. Kualitas recordingnya pun biasa saja, bahkan lebih bernoise dibandingkan dengan ketika mendengarkan radio langsung.

Kedua ada voice recorder. Kita bisa memilih mau disimpan dalam format mp3, WAV, atau act. Kita pun bisa memilih bitrate recorder mulai dari 512kbps hingga 1536. Ketika dicoba merekam dengan WAV kualitas tertinggi (16 bit, 48khz, 1536kbps), recordingnya sudah stereo, namun background noise masih cukup besar.

Ketiga, ada book reader. Dengan layar yang hanya memuat 3 baris dari file teks yang kita tampilkan, membuat kegiatan membaca di MDX50 menjadi kurang menyenangkan.

Terakhir ada browser. Dari sini kita bisa memainkan lagu jika malas menggunakan library, atau menghapus lagu-lagu yang tidak diinginkan.

Battery
Saya tidak tahu kapasitas baterai yang diberikan, namun Basic mengklaim baterai tahan hingga lebih dari 80 jam,
Saya test memutar file FLAC dengan layar sebagian besar mati dan sesekali nyala untuk oprek-oprek (kalau dibuat perbandingan, mungkin layar nyala : mati adalah 10 : 90). Earphone yang dipakai iLuv peppermint, volume 11/31. Hasilnya, MDX50 tahan 91 jam. Daya tahan baterainya baik sekali, dan ketika indikator baterai sudah terlihat kosong, ternyata MDX50 masih sanggup memutar lagu selama 24 jam.
Charging timenya cukup lama, baterai baru full dalam 5 jam, menggunakan adaptor 5V 1A. Namun dicharge 3 jam pun, MDX50 sudah bisa memutar musik lebih dari 2x24 jam.

Daya tahan baterai dapat berbeda-beda, tergantung penggunaan, kondisi lingkungan, earphone yang dipakai, dan hal lainnya

Kesimpulan
Jadi, bagaimana kesimpulannya, apakah Basic MDX50 ini layak dimasukkan ke daftar belanja?
Jika Anda hanya fokus ke sound quality, saya pribadi sih lebih menyarankan nabung sedikit lagi, nambah Rp 200.000an ada pilihan yang lebih menarik jika hanya sound quality yang jadi pertimbangan.
Namun jika Anda ingin DAP yang storagenya besar (16GB) plus ada slot memory eksternal, daya tahan baterai bagus (lebih dari 80 jam), bisa memainkan banyak format file, nyaman dipakai plus mudah dioperasikan dan sound quality yang masih lumayan punya tentunya, MDX50 di harga Rp 550.000 bisa dilirik. MDX50 memberikan kompromi yang baik sekali antara sound quality, daya tahan baterai, kenyamanan penggunaan, dan storage di kelas DAP entry level. Komposisi suaranya enak, nyaman untuk berlama-lama mendengarkan musik.
Bahan pembuatan memang kayak mainan anak meski finishingnya keren ala brushed metal, namun dari segi kenyamanan penggunaan harus diacungi jempol.

FAQ
Saya kira bakal banyak yang menanyakan hal-hal di bawah ini, jadi sebaiknya baca dulu yah sebelum bertanya :)
1. Bagaimanakah perbandingan dengan sansa atau xduoo x2?
Arah suara sama, technicality yang berbeda. Baik sansa maupun Xduoo X2 memiliki ekstensi di bass dan treble yang sedikit lebih baik dari MDX50. Separasi mereka pun terasa lebih tegas dan rapi.

2. Kalau dengan ruizu atau M90?
M90 terasa sedikit bright, lebih detil dan jernih, namun terasa kurang musikal, 2D, kalah dinamis, dan membosankan dibanding MDX50. Tentu sebaiknya dicoba langsung karena preferensi telinga tiap orang berbeda, namun bagi telinga saya, untuk bermusik saya jelas lebih memilih MDX50 ini.
Untuk ruizu saya hanya pernah coba X02 dan itupun nyobanya sebentar banget, jadi tidak bisa impresi mendalam, Namun kalau diinget-inget, MDX50 ini lebih rapi, dengan arah suara yang sama, warm-warm gitu juga.

3. Berapa GB kapasitas maksimal microSD yang bisa digunakan?
Tepatnya saya tidak tahu berapa, namun microSD 32GB class 10 yang terisi 80% bisa dilahap dengan baik dan tidak menimbulkan lag pada sistem.

4. Bagaimana kestabilan sistem?
Dengan interface yang simpel dan tidak berjejalan fitur seperti saudaranya, MDX50 ini terasa stabil dan sangat responsif. Namun sebaiknya hindari mengisi file-file yang tidak disupport oleh MDX50 ini.

5. Apa plus minusnya DAP ini?
Sudah saya jelaskan tersirat di kesimpulan, silakan pertimbangkan sendiri

19 August 2015

REVIEW Basic HP-22

Kali ini kedatangan headphone portable entry level dari Basic nih, Basic HP-22. Headphone ini sudah diluncurkan belum lama ini dengan harga Rp 220.000 (Agustus 2015). Seperti apa suaranya?

Spesifikasi
Headphone
Speaker : dynamic driver 40mm
Sensitivity : 104dB
Impedance : 32 Ohm
Frequency Response : 20-20.000Hz
Cable length : 1,2m
Plug : stereo 1/8" (3,5mm)

Mic
Frequency response : 75-16.000Hz
Pick-up system : ohmi-directional
Sensitivity : -42dB
Impedace : less than 2,2 Ohm

Packing dan Paket Penjualan
Basic melengkapi HP-22nya dengan kabel standar with mic dan konverter untuk ke laptop/PC yang jack audio dan micnya terpisah, sehingga mic akan tetap berfungsi ketika dicolokkan ke laptop/PC

Desain, Build Quality, dan Kenyamanan
Mengadopsi bentuk portable headphone, HP-22 ini mengusung tema desain clean look. Tidak ada tarikan garis desain yang agresif/atraktif maupun permainan warna yang dinamis, yang terlihat hanyalah headphone yang desainnya simple dengan warna hanya full hitam atau full putih. Finishing glossy diterapkan pada cup headphone yang membuatnya terlihat elegan sekaligus sangat mudah terkotori jejak sidik jari. Desain seperti ini aman untuk digunakan semua orang, baik tua muda maupun pria wanita, tidak akan terlihat norak ketika memakai HP-22.
Headband dibalut oleh busa tipis yang cukup untuk membuat kepala bagian atas tidak terasa sakit ketika menggunakan Basic HP-22 ini. Clamping (jepitan ke kepala) pas, tidak longgar ataupun terlalu keras. Bahan permukaan pad lembut dan tidak membuat gatal, namun untuk pemakaian berjam-jam cukup panas dan busa pad menurut saya masih agak keras sehingga cukup sakitl di telinga. Isolasi suaranya lumayan, ketika dipakai di luar ruangan noise lingkungan cukup teredam, tidak sebaik IEM (In Ear Monitor) tentunya.
Basic HP-22 ini menggunakan detachable cable, yang asyiknya menggunakan konektor jack 3,5mm sehingga kita bisa bebas berkesperimen gonta-ganti kabel aftermarket atau buatan sendiri untuk meningkatkan kualitas suara atau untuk mendapatkan suara yang lebih sesuai dengan selera. Sisi positif lainnya dari detachable cable adalah, jika kabel bawaan rusak, tidak perlu membeli headphone baru atau menyolder ulang, cukup beli kabelnya saja yang banyak tersedia di pasaran. Hanya saja mungkin untuk varian kabel yang ada micnya masih terbatas ketersediaannya, dan jangan lupa perhatikan ada tonjolan pada earcup yang cukup besar di dekat jack, sehingga hanya jack yang bodynya ramping yang bisa masuk ke female jack headphone dengan baik.
Bicara build quality, Basic HP-22 ini terbilang cukup baik. Headphone terasa kokoh, ketika digunakan terasa mantap di kepala tanpa ada bunyi crack berlebihan. Memang sih ada sedikit bunyi crack ketika headphone direnggangkan, tapi ketika dipakai tidak ada lagi meski kita menggerak-gerakkan kepala atau headbang sekalipun. Finishingnya bagus, cat glossynya mulus dan mengkilap tidak terlihat ada bagian yang kasar, begitupun dengan busa di headband yang terpasang rapi. Lipatan jahitan di pad ada yang kurang rapi, tapi siapa sih yang peduli? Toh tidak mempengaruhi fungsi samasekali.
Bahan kabel yang digubakan cukup tebal dan lentur, jack menggunakan straight plug gold plated. Di Samsung Galaxy S3 dengan pemutar musik poweramp, tombol pada remote berfungsi sebagaimana mestinya. bisa untuk berbagai fungsi telepon seperti menjawab/berbicara/mengakhiri panggilan, bisa juga untuk pengontrol musik (play/pause/next/previous). Fungsi mic pun terbilang baik, suara yang terdengar di lawan bicara terdengar jelas.


Suara

Headphone ini sudah diberikan jam terbang menyetel musik cukup lama, lebih dari 100 jam.
Setup yang digunakan :
1. Laptop Lenovo dengan OS windows 8 dan pemutar musik foobar. DAC/amp menggunakan centrance dacport (ASIO out)
2. Direct to Samsung Galaxy S3, pemutar musik Onkyo HF Player/Poweramp

Bass
Basic HP-22 memiliki bass yang besar dan agak boomy, hentakannya cukup kuat. Untuk nyetel musik bassheavy terasa cukup menggelegar, basshead yang mencari portable headphone entry level harusnya sih bakal suka yah dengan bassnya HP-22 ini. Untuk musik-musik pop modern dan musik-musik yang butuh beat-beat bass pun tidak kalah asyiknya, fun abis. Detail dan kontrol bass agak kurang sip, bass terkadang sedikit melebar ke frekuensi di atasnya, cukup mengganggu ketika nyetel lagu-lagu cadas semacam metal dkk, bassnya agak blepotan dan kurang rapi.

Mid
Saya pribadi suka penempatan vokalnya. Gimana yah, dia tuh sedikit forward tapi tidak jauh dari tengah-tengah, sehingga vokal tidak terlalu nyemprot namun bisa melepaskan diri dari serangan bass. Vokalnya pun terdengar hangat, jelas, lepas, dan haluss sekali tidak ada sibilance. Pada lagu tertentu yang nuntut suara jernih misal lagu-lagu vokal kayak Susan Wong, Yao Si Ting, dkk, kadang ada sedikit dengungan diantara midrange dan bass yang membuat suara berkesan kurang bening. Namun untuk lagu-lagu selain yang sejenis dengan itu sih menurut saya tidak terlalu mengganggu yah. Suara-suara seperti gitar, biola, saxophone, dll yang kebetulan numpang main di midrange cukup bersih namun kurang detailed.

Treble
Highnya pas, tidak terlalu sparkling namun presensi high masih mudah dirasakan, tidak terlalu ditenggelamkan oleh suara-suara lainnya. High tidak terasa tajam samasekali, ini kabar baik bagi Anda yang phobia dengan treble nusuk. High di telinga saya kurang crisp dan juga kurang detailed, namun kalau sekedar suara-suara ciss ciss gemerincing sih masih okelah tidak sulit untuk ditangkap.

Separasi, Soundstage, Detail, etc
Separasinya lumayan, suara instrumen tidak terlalu bertumpuk-tumpuk, hanya saja di telinga saya masih kurang rapi dan tegas. Soundstage medium, dibilang sempit tidak, dibilang luas spacious juga tidak. Untuk harga segini sih saya sudah cukup senang yah, setidaknya suaranya tidak ngumpul ditengah semua. Soal detail yaa gitu deh, tidak impresif, harus berkonsentrasi untuk bisa mendapatkan detail kecil, bukan untuk detail lovers.

Genre
Sebenarnya kalau kita banyak bersyukur dan memaklumi, HP-22 ini cukup asyik sih buat berbagai genre lagu. Bestnya sih di musik-musik bassheavy, buat jedug-jedug joss. Buat musik-musik seperti langganan chart top 40 dan musik-musik pop modern lengkap dengan berbagai variannya pun tidak kalah mantapnya.
Agak kurang untuk musik-musik cadas/agresif, atau musik-musik yang nuntut kerapihan dan detail lebih.

Kesimpulan
Basic HP-22 ini lebih mengedepankan karakter suara yang fun, hentakan-hentakannya terasa menyenangkan tanpa ada suara-suara tajam atau kasar yang membuat cepat fatigue. Karakter bass yang besar namun tidak menenggelamkan vokal dan treble yang tidak ngumpet biasanya sih sangat disukai pasar entry-level, dan mungkin juga banyak orang.
Belum lagi keberadaan mic, sangat mengakomodasi para pengguna smartphone yang tidak ingin kehilangan fungsi call handling ketika mendengarkan musik. Kabel detachablenya pun lebih memberikan keleluasaan pada penggunanya untuk mengganti kabel bawaan ketika dia rusak atau Anda kurang puas dengan kualitasnya.
Namun sepertinya HP-22 kurang memuaskan bagi Anda yang senang memberi perhatian lebih pada detail dan kerapihan suara. Anda pecinta musik-musik brutal sepertinya sedikit cemberut karena bassnya yang kurang sip untuk mengejar permainan dobel pedal cepat dan rusuh.

Salahsatu kelemahan dari portable on ear headphone adalah cukup panas dan agak sakit kalau digunakan berlama-lama, dan Basic HP-22 pun masih terasa demikian. Kalau panas sih headphone portable closed memang relatif panas jika digunakan berlama-lama, namun saya berharap busa bisa dibuat lebih empuk agar tidak terlalu sakit ketika dipakai lama.

Plus
(+) bass besar namun tidak terlalu menenggelamkan sisi lainnya, biasanya sih disukai pasar entry level
(+) desain "aman", siapapun yang memakainya tidak akan terlihat norak dan kesan jelek lainnya
(+) ada mic dan detachable cable

Minus
(-) cukup panas untuk pemakaian lama, masalah klasik portable closed on-ear headphone entry level
(-) kurang cocok bagi Anda yang ingin detail dan kerapihan suara yang baik

08 May 2015

REVIEW VE (Venture Electronic) Zen, Asura Beta, dan Monk

Kali ini kedatangan earbud-earbud dari 52Ve : Zen, Asura Beta, dan Monk. Model teratas, Zen, di Indonesia dihargai sekitar 1.750.000 juta. Adiknya Zen, Asura Beta dihargai sekitar Rp 650.000. Seri entry level, Monk, dihargai sekitar Rp 150.000  [update] Dengar-dengar Monk dijual sekitar Rp 100.000.



Spesifikasi
Wearing styles: earbud
Plug Diameter: 3.5mm straightplug
Cable length: 1.2m
Sensitivity: 108db
Impedance: 150 ohms
Frequency range: 10-25000

52VE Zen
Wearing styles : earbud
Plug Diameter: 3.5mm straightplug
Impedance: 320 Ohm
Frequency range: 20hz-20khz

52VE Monk
Cable length: 1.2m
Sensitivity: 125dB
Impedance: 32 Ohm
Frequency range: 18-22000Hz

Packing dan Aksesoris
52Ve memberikan Zen dan Asura Beta packing kotak karton dengan hadrcase dan tiga pasang sponge di dalamnya. Terlalu sederhana untuk sebuah earbud high-end, terutama Zen.

Desain, Build Quality, dan Penggunaan
Sepertinya sudah tidak perlu dibahas lagi soal desain, karena saya yakin Anda semua sudah sangat hafal dengan bentuk seperti ini. Yap, para pembuat earbud sepertinya sudah malas mendesain ulang earbud-earbudnya, sehingga desain yang digunakan lagi-lagi desain sejuta umat.

Agar terlihat sebagai dua produk yang berbeda, 52VE memberi Asura Beta dan Monk warna hitam, bedanya pada warna label merk, Asura Beta putih sedangkan Monk merah. Zen beda sendiri, dia diberi warna putih.
Asura Beta diberi kabel braided, sedangkan Zen dan monk kabel biasa.

Bahan pembungkus kabel Asura Beta dan Zen keduanya tebal, lentur, dan tidak meninggalkan bekas lipatan ketika sering digulung. Saya pribadi lebih suka kabelnya Zen, karena kabel pada Asura Beta mudah terurai, terutama kabel yang ditwist setelah Y-splitter menuju earbud kanan dan kiri. Paling mengecewakan adalah kabelnya Monk, terasa kaku dan sangat meninggalkan bekas lipatan/gulungan. Bahannya pun "mentul-mentul" ketika ditekuk.

Jack ketiganya berbentuk straight plug gold plated, profilnya ramping sehingga tidak menyusahkan bagi Anda yang suka menggunakan case tambahan pada gadget. Asura Beta tampil lebih mewah dengan aksen metal silver pada jack dan Y-splitter.

Bicara kenyamanan, yaa sama lah dengan earbud-earbud lainnya yang menggunakan desain seperti ini. Terasa sedikit besar di telinga, tapi masih nyaman

Suara
Ketiganya sudah burn-in 200 jam, mungkin lebih.
Setup yg digunakan :
Setup 1 : laptop > centrance dacport
Setup 2 : laptop > centrance dacport > fiio L16 mini to mini > DIY tubehybrid amp
DAP pinjaman : iPod Video 5.5th Gen

Baik Zen, Asura Beta, hingga Monk memiliki soundsignature yang benar-benar mirip. Suara keseluruhan cenderung warm, dengan bass impact yang oke, vokal tebal dan penempatannya ditengah, serta high yang smooth (tidak mendem!)
Saat pertama mendengarkan keduanya, saya tidak langsung terkesima. Di dalam hati sempat berkata, "Ini earbud harga lumayan mahal, tapi kok gini doang?"
Namun setelah menenangkan kondisi psikologis, mendengarkan lebih dari 15 menit, gonta-ganti beberapa lagu, baru saya bisa merasakan "bagusnya" earbud ini.

Zen
Mari kita coba seri tertinggi terlebih dahulu, yaitu Zen. Hal yang pertama membuat saya terkesima dengan Zen adalah bassnya. Untuk ukuran earbud, bass Zen ini terbilang besar dan impactnya kuat dengan punch yang mantap menghantam. Ketika nyetel musik yang banyak beat bassnya, tendangan bass baik midbass maupun lowbass begitu mantap, sangat menyenangkan. Cukup terkejut, biasanya bass model seperti ini didapat dari headphone fullsize. Bass pun memiliki kontrol dan speed yang baik, tidak bleberan dan terasa sangat lincah, tidak keteteran ketika nyetel musik tempo cepat dan energik. Untuk musik-musik yang suara drumsetnya rusuh dan banyak memainkan dobel pedal, meski terasa lincah mengikuti tiap gebukan namun bassnya sedikit kurang tight sehingga batas dobel pedal kurang detil. Bukan berarti jelek loh ya.

Midrange dan vokal dari zen terasa "biasa saja", maksudnya untuk ukuran earbud 1,7 juta tidak ada sesuatu yang bikin saya takjub di sisi ini. Posisi vokal cenderung ditengah, tidak terasa forward intim. Vokal terasa warm dan tebal, tidak terlalu sweet namun tidak terasa kering membosankan. Penggunaan tube amplifier sangat membantu vokal menjadi lebih tebal dan lebih maju lagi, juga lebih mengayun manis. Hebatnya sih samasekali tidak ada sibilance, benar-benar bersih dan halus. Vokal pun tidak tertutup atau terserang oleh bass yang besar di bawah sana, begitupun dengan suara instrumen di midrange yang bersih.

High pada zen "just right", terkadang kurang terasa sparkling dan airy, namun jauh dari kata mendem. High memiliki detail dan ekstensi yang baik, sayang kurang crisp untuk selera saya. High tidak pernah terasa tajam meski di volume tinggi bahkan di file yang dicompres secara berlebihan sekalipun. Benar-benar nyaman didengar untuk waktu yang lama, tidak bikin cepat lelah.

Soundstage Zen terasa "besar" tapi tidak terlalu "lebar" dan airy. Secara width mungkin tidak terlalu wow, yaa hanya sedikit di atas rata-rata lah, namun keunggulan Zen di telinga saya adalah memiliki proporsi yang sangat berimbang antara width, height, dan depth dengan center imaging yang baik sekali. Dalam imajinasi saya, terasa besar dan megah, seperti mendengarkan melalui headphone, bukan earbud.
Separasi terasa mantap, tiap instrumen terasa terpisah, tidak ada yang menumpuk. Begitupun dengan detail, terasa baik meski mungkin kita butuh usaha lebih jika sengaja mencari-cari detail yang sangat kecil.

Asura Beta
Asura Beta memiliki suara yang benar-benar mirip dengan Zen dengan impedansi hanya 150 Ohm, lebih bersahabat bagi Anda yang kurang suka menggunakan amplifier untuk portable setup. Jika Anda tidak terlalu sensitif dan mencoba Zen dan Asura Beta di kesempatan yang berbeda (misal jeda seminggu), mungkin Anda akan sedikit sulit menemukan perbedaan diantara keduanya. 150 ohm pada Asura Beta bukan momok yang menakutkan kok, colok iPod video 5.5 gen sudah bernyanyi dengan baik, meski jika diberi amplifier akan lebih baik lagi.

Jika dibandingkan secara langsung, Anda akan merasakan perbedaan kualitas suara antara Asura  Beta dengan Zen. Pertama dan yang paling terasa, Asura Beta suaranya tidak sedinamis Zen, dimana Zen tiap tone yang keluar terasa lebih memiliki energi. Zen pun memiliki punch bass impact yang lebih baik dari Asura Beta, meski tidak signifikan.
Kedua, vokal Asura Beta terasa tidak sehalus Zen, namun bukan berarti Asura Beta vokalnya kasar yah jika dibandigkan dengan pesaing yang harganya mirip. Asura Beta tetap memiliki penempatan vokal di tengah dan tebal, namun jika nyetel lagu-lagu jenis power vokal, pada lengkingan-lengkingan panjang dan vokal nada tinggi, Asura Beta terasa tidak sehalus Zen.
Ketiga, meski Asura Beta masih mempertahankan kesan megah pada soundstagenya, namun terasa tidak se"besar" Zen, terutama pada depth dimana Asura Beta kesan jarak jauh/dekatnya instrumen terasa lebih pendek, kesannya seperti dimensi imajinasi ruangan sedikit dipersempit.
Secara keseluruhan, membandingkan Zen dan Asura Beta itu bagaikan membandingkan MP3 320 kbps dengan 192 kbps, karakter suara bisa dibilang sama, namun ada "something missing".

Monk
Monk juga masih mempertahankan soundsignature yang sama, yaitu bass cukup besar, vokal tebal dan penempatannya di tengah, serta high yang smooth. Namun dengan harga yang hanya 1/10nya Zen dan 1/5nya Asura Beta, Monk terasa sangat inferior jika dibandingkan dengan kedua kakaknya, jadi saya tidak akan menjadikan kedua kakaknya sebagai benchmark dalam impresi kali ini.

Monk memiliki bass yang kuantitasnya cukup besar, terasa sedikit boomy namun tidak sampai bleberan kemana-mana. Penempatan vokal cenderung di tengah dan masih terasa tebal, namun terkesan flat dan kurang emosional. High halus, terasa kurang airy dan crisp, tidak ada suara-suara tajam. Separasi bagus, tidak terasa bertumpuk. Soundstage standar, tidak luas ataupun sempit, jelas kalah megah dengan kedua kakaknya. Detail cukupan saja, tidak kurang namun tidak istimewa juga, detail kecil masih mudah ditangkap dengan usaha extra.

Genre
Baik Zen, Asura Beta, maupun Monk bisa dibilang siap melahap berbagai genre musik, istilah kerennya cukup allrounder. Bagi saya, bestnya sih untuk musik-musik yang banyak beat bassnya, misalnya EDM (Electro Dance Music). Mendengarkan lagu-lagu pop pun terasa nikmat sekali. Zen dan Asura Beta masih bisa dibawa nge-Jazz dan Blues, namun pada Monk terasa agak kurang.
Zen dan Asura Beta jika diajak nyetel musik-musik rock, emo, metal, dan kawan-kawan masih terasa asyik, namun Monk terasa kurang rapi untuk genre tersebut.
Untuk akustik, Zen dan Asura Beta masih cukup mumpuni, tapi tidak terlalu baik. Kadang terasa terlalu tebal sehingga detail-detail petikan senar gitar kurang menggigit dan menggairahkan.

Kesimpulan
Zen, Asura Beta, dan Monk adalah earbud-earbud tipikal fun bass lovers. Cocok bagi Anda tipikal yang gemar bermusik santai atau yang suka beat-beat bass, kurang cocok bagi Anda yang gemar sweet vocal ataupun detail lovers.

Zen yang dihargai Rp 1.750.000 memang terasa cukup memberatkan, terutama bagi Anda yang kurang suka bermain amplifier. Namun jika Anda memiliki amplifier berkualitas oke dan sinerginya dapet, Zen akan bersuara mantap. Tidak banyak high-end earbud yang menawarkan impact bass seperti Zen, dan suara keseluruhan yang headphone-like.

Asura Beta adalah versi ekonomis dari Zen, suaranya mirip namun kalah dinamis, kalah halus di vokal, dan soundstage tidak semegah Zen. Asura Beta pun lebih ramah bagi Anda direct lovers, meski tanpa amplilfier saja suaranya sudah oke, namun jika ditambah amplifier lagi suaranya masih bisa lebih bagus lagi. Dengan harga Rp 650.000, saya rasa pilihan yang baik bagi Anda yang gemar menggunakan earbud untuk musik-musik nge-beat. Pesaing berat mungkin datang dari Blox M2c dan PK1 DIY, namun mereka karakternya sedikit berbeda dengan apa yang ditawarkan Asura Beta.

Bagaimana dengan Monk? Dengan harga Rp 150.000, posisi harga maupun karakter benar-benar berada di antara edifier H180 dan H185. Jika Anda suka earbud yang bassnya oke namun tidak terlalu basshead, merasa H180 bassnya kegedean namun H185 kekecilan, Monk bisa jadi alternatif yang pas. Namun jika Anda tidak keberatan menambah budget Rp 60.000 lagi, saya pribadi lebih memilih Musa SP1 untuk earbud berkarakter demikian. Tapi yah Rp 60.000 bukan jumlah yang sedikit bukan?
[update]Dengar-dengar Monk dijual kisaran Rp 100.000, kalau begitu sih sangat worth to buy yah

Satu kekurangan yang kadang sedikit mengganggu bagi saya, desain earbud-earbud ini terlalu biasa saja, bosan saya melihat desain seperti ini. Jika Monk okelah mengingat dia bermain di pasar entry level, namun untuk earbud high end seperti Zen tentu akan lebih menarik lagi jika diberi housing yang lebih "mewah", sehingga baik tidak hanya suaranya saja yang mahal, tapi tampilannya juga.


~Ini impresi pribadi saya, tiap orang bisa berbeda. Dicoba secara langsung oleh telinga Anda tetap menjadi pilihan terbaik~

01 May 2015

REVIEW Vsonic VSD2 dan AN16

Datang lagi pasukan dari Vsonic, penerus dari seri VSD1, yakni VSD2. Jika Anda ikut pre-order VSD2/VSD2S, maka akan mendapatkan bonus IEM AN16, sebuah IEM yang housingnya menggunakan housing GR06 dan driver GR07. AN16 ini dibuat untuk merayakan ulang taun ke 16 nya Vsonic.
VSD2/VSD2S dihargai SGD 50, sedangkan value dari AN16 menurut vsonic adalah SGD 100. Silakan kalikan dengan Rp 9.785 (Kurs April 2015) dan hitung sendiri hasilnya berapa rupiah harga IEM-IEM ini. Saya dapat rumor bahwa VSD2 dan VSD2S akan dijual di Indonesia sekitar Rp 650.000. Sekali lagi, baru rumor ya.. Seperti apa suara mereka?

Spesifikasi
VSD2/VSD2S
Driver: 10.7 mm CCAW driver
Frequency: 5 Hz- 24, 000 Hz
Sensitivity: 104 dB/mw
Impedance: 16 ohm
Plug: 3.5mm
Wire Length: 1.2 mm

AN16
Sorry gak nemu

Paket Penjualan
Baik VSD2 maupun AN16 semuanya menggunakan dus dengan penutup mika transparan. Terlihat cukup cantik bukan?

Aksesoris yang diberikan pun lumayan. VSD2 dapat earhook, eartips S/M/L/bilfange, shirtclip, dan softpouch. AN16 pun sama, hanya saja tidak dapat shirtclip dan ada bonus foam tips

Desain, Build Quality, dan Pemakaian
Baik VSD2 maupun AN16 semuanya berdesain over-ear. Desain membulat tanpa sudut tajam dengan warna hitam transparan pada VSD2 terlihat cukup cantik, apalagi kita bisa melihat driver yang tertanam di dalam VSD2 melalui housing plastik tembus pandang mereka. Saya pribadi kurang suka dengan tarikan garis horizontal dan penempatan tulisan vsonic pada VSD2, seperti tidak nyambung dengan desain keseluruhan, tapi yaa tentu ini urusan selera lah.
AN16 menggunakan housing vsonic GR06, berdesain kotak dengan bahan metal, berwarna hitam doff. Terasa lebih kokoh dari VSD2, secara ukuran pun lebih kecil. Namun tulisan 16 yang terlalu besar dan dari jauh seperti terlihat seperti font 46nya Valentino Rossi menurut saya terlihat jelek, ingin rasanya menghapus tulisan itu dan membiarkannya polos.
Urusan build quality tentu AN16 terasa lebih kokoh dan "mahal", bahan metal dengan finishing rapi adalah kuncinya. Seperti GR06, AN16 pun nozzlenya bisa digerakkan agar sudut nozzlenya bisa disesuaikan dengan telinga masing-masing. Tenang, meski nozzle bisa digerakkan bukan berarti jadi longgar dan gampang dibengkokkan kok, justru mengatur sudut nozzle ini terasa agak berat dan mantap.
VSD2 yang terbuat dari plastik dan terlihat seperti permen ini pun tidak kalah rapi finishingnya, bahkan batas antarpanel body terlihat lebih rapi dari AN16, namun ujung nozzle terlihat sedikit kasar. VSD2 pun minus fitur adjustable nozzle seperti AN16.

Beralih ke kabel, baik VSD2 maupun AN16 menggunakan bahan coating cable yang baik, kabel terasa lentur dan tidak meninggalkan bekas gulungan/lipatan. Bahan kabelnya pun cukup tebal.

Jika VSD2 memberikan jack model straight plug nickel plated, AN16 sedikit tampil beda dengan jack L-shaped gold plated. Profil jack ramping dan kesat, tidak licin dalam genggaman ketika dicabut.

Yang cukup unik adalah vsonic secara terang-terangan menyerukan sebaiknya IEM ini diburn-in dulu selama 100 jam agar suaranya lebih menarik. Tulisannya menempel di kertas dekat jack, berbahasa China. Untungnya google translate bisa mengambil teks dari foto/gambar, sehingga saya bisa mentranslasi ke bahasa Inggris agar lebih mudah dipahami. Mungkin vsonic ingin bilang, "don't judge our product by out of box impression". Yaa meski burn-in akan selalu menjadi perdebatan antara mitos atau fakta, tidak ada salahnya toh kita gunakan dulu hingga 100 jam, kalau tetap tidak suka dengan suaranya baru jual. Hahaha
Ketika digunakan, VSD2 memberikan fitting yang lebih nyaman dan isolasi yang lebih kedap dari AN16, tapi bukan berarti AN16 tidak nyaman digunakan yah. Ukuran housing yang cukup besar pada VSD2 mungkin akan terasa sedikit mengganjal bagi Anda yang rongga telinganya kecil, sebaliknya housing kecil AN16 membuatnya lebih bersahabat dengan berbagai ukuran telinga.
Eartips bawaannya terasa cukup berkualitas, sayangnya ukurannya tidak ada yang sesuai dengan telinga saya. Untungnya saya punya Sony Hybrid eartips yang lebih nyaman dan cocok sekali dengan nozzle kedua IEM ini
Suara
Kedua IEM ini sudah diburn-in selama 100 jam.
Setup yang digunakan langsung colok ke laptop with Centrance dacport

Secara keseluruhan, kedua IEM ini soundsignaturenya sangat berbeda. VSD2 suaranya sedikit V-shaped, dia memboost bass dan treble sedangkan mid dan vokal sedikit di belakang. Sedangkan AN16 lebih ke arah midcentric, mid dan vokalnya forward dan tebal.

Bass
Baik VSD2 maupun AN16 memberikan kuantitas bass yang cukup besar, hanya saja berbeda presentasinya, sehingga terkadang terasa VSD2 lebih besar, terkadang AN16 juga tidak kalah besar.
VSD2 bassnya lebih memiliki punch dan attack yang baik, bass menghantam kuat dan fokus sehingga terasa bulat. Out of box sempat sedikit kecewa karena bassnya VSD2 cenderung menutupi vokal, namun ketika sudah burn-in 100 jam bassnya jadi lebih terkontrol sehingga tidak terlalu menutupi vokal dan frekuensi lainnya. Bass terasa cukup lincah dan impactnya sangat menyenangkan ketika melahap musik-musik nge-beat, namun terasa kurang rapi ketika nyetel musik yang banyak dobel pedal cepat.
Dibandingkan dengan VSD2, AN16 bassnya cenderung "loose". Dia terasa agak boomy, impactnya cenderung lembut dan agak lebar, tidak menghantam kuat bulat dan fokus. Bass pun terasa agak lambat, cocoknya untuk di musik-musik santai. Analoginya, impact bassnya VSD2 itu seperti kepala Anda dihantam bola basket yang sudah dipompa hingga keras, sedangkan impact bass AN16 seperti dihantam bola basket yang kempes.

Midrange dan vokal
Beralih ke vokal dan midrange, AN16 menunjukkan tajinya di sini. AN16 memiliki mid yang sangat halus dan tebal. Vokal terasa warm, forward, cukup sweet, dan tebal, memberikan sensasi hangat dan bobot yang sangat baik. Tidak ada sibilance pada vokal, benar-benar terasa halus. Suara-suara instrumen lain di midrange pun terasa tebal, namun terkadang terasa kurang lepas dan detail. Kelebihan AN16 ini baru terasa setelah Anda menggunakan dia selama 100 jam atau lebih (baik reguler atau burn-in), karena out of box suaranya terasa mendem, agak tertahan. Seperti Anda mendengarkan speaker yang ditutupi dengan karung.
VSD2 bisa dibilang presentasi mid dan vokalnya berkebalikan dengan AN16, jika pada AN16 terdengar tebal dan warm, pada VSD2 terasa sedikit tipis dan tidak se-warm AN16. Vokal VSD2 terasa laidback, agak tipis bagi saya, dan sedikit kering. Sibilance juga lebih sering muncul di VSD2 ini dibanding di AN16 yang lembut sekali. Namun VSD2 memberikan suara instrumen yang lebih open dan bening dibanding AN16.

Treble
VSD2 memiliki presensi high yang cukup banyak dan cukup sparkling. Sayangnya kerap terdengar peakky, terasa sedikit tajam. Suara-suara simbal terkadang terasa kurang rapi, terutama di lagu-lagu rock/metal. Namun jika digunakan untuk nyetel lagu-lagu slow dengan kualitas recording dan file yang baik, suara-suara tajam yang jarang muncul.
AN16 highnya terasa lembuut sekali, porsinya pun tidak terlalu banyak, jauh jika dibandingkan dengan presensi highnya VSD2. High terasa kurang crisp dan tidak sparkling, dipadukan dengan karakter mid yang forward, tebal, dan warm, menjadikan AN16 ini terdengar lembut dan melow sekali. Tidak ada kata tajam/overbright di AN16 ini, bahkan ketika saya mendengarkan di volume yang cukup tinggi.

separasi, soundstage, detail
Soundstage pada VSD2 terasa luas, cukup spacious. Soundstage yang luas ini membuat saya pribadi merasa tidak cepat bosan, karena suara-suara yang muncul terasa bertebaran di depan saya, tidak terfokus menumpuk di tengah saja. Berbeda dengan VSD2, AN16 soundstagenya terasa sedang-sedang saja, tidak sempit namun tidak luas juga.
Separasi pada kedua IEM ini terbilang baik. Meski saya bisa memisahkan suara-suara yang muncul dengan mudah alias tidak bertumpuk, namun entah mengapa saya merasa VSD2 ini terkadang kurang rapi, terutama di genre musik agresif/kencang. AN16 terasa lebih rapi dan tegas pemisahannya.
Detail keduanya terbilang cukup baik, tidak terlalu istimewa, sudah lebih dari cukup lah untuk bersantai mendengarkan musik. VSD2 yang terasa lebih balance membuat detail kecil lebih mudah ditangkap. AN16 yang midcentric pun detil di bass dan mid cukup oke, namun detil di high kerap tersamarkan oleh mid dan vokal yang forward dan tebal.

Genre
VSD2 menurut saya cukup luas jangkauan genre musik yang bisa dibawakan dengan asyik. Pop, EDM (Electro-Dance Music), dan yang mirip-mirip bisa didendangkan dengan nikmat oleh VSD2. Kekuatan utamanya sih di genre-genre yang banyak beat bassnya, terasa sekali VSD2 ini sangat fun bass impactnya. Kelemahannya di genre yang cepat dan banyak instrumennya, VSD2 kerap terdengar kurang rapi.
AN16 yang terasa midcentric, lebih enak untuk nyetel genre vokal. Vokal yang forward, tebal, dan hangat terasa sangat emosional. AN16 juga siap membawakan lagu-lagu yang slow dan santai dengan nikmat. Jika diberi lagu-lagu agresif, AN16 akan terasa terlalu lembut, tidak bergairah.

Kesimpulan
VSD2 cocok bagi Anda pecinta bass nendang namun tetap ingin high yang nge-cring, sedangkan AN16 lebih cocok untuk lagu-lagu vokal dan slow santai.

Sebagai sebuah IEM gratisan, AN16 ini terbilang cukup menarik, sayangnya memang edisi terbatas jadi tidak dijual oleh Vsonic. Sebuah strategi yang sangat cantik dari Vsonic dalam memperkenalkan VSD2 sebagai produk barunya, tentu penjualan dengan embel-embel bonus IEM dengan driver GR07 dan housing GR06 akan sangat menarik calon pembeli.
Bagaimana dengan price to performance dari VSD2 itu sendiri? Tergantung berapa harga dia dilepas di pasar Indonesia, jika harganya setara dengan SGD 50 alias Rp 500.000 mungkin dia akan cukup menarik, bisa sebagai alternatif Vsonic GR02 Bass Edition yang treblenya lebih cring dan soundstage lebih lebar namun tidak sehalus GR02 Bass Edition. Tapi, saya mendengar rumor VSD2 ini akan dilepas di kisaran Rp 650.000. Jika di harga segitu, menurut saya pribadi price to performancenya jadi "biasa saja", tidak wow namun tidak terlalu buruk juga. Terkadang saya berpikir mendingan menambah budget sedikit lagi untuk mendapatkan IEM lain.

Seperti biasa, pendapat dari apa yang saya dengar belum tentu sama dengan pendapat dari apa yang Anda dengar. Sebisa mungkin cobalah dengarkan dulu barang yang akan Anda beli sebelum memutuskan akan dibeli atau tidak :)

11 April 2015

REVIEW LG Quadbeat 2

Cerita ini berawal dari terjualnya bluetooth headset saya, Sony MW1 beberapa waktu yang lalu. Performa MW1 sangat memuaskan, tapi karena fiturnya terlalu banyak dan banyak yang tidak terpakai juga oleh saya, sehingga saya merasa mubazir. Selagi menunggu tabungan membengkak untuk mencari bluetooth headset yang lebih pantas buat saya, saya mencari IEM  (In Ear Monitorwith mic yang memiliki volume control. Tentu saja budget yang dianggarkan sangat minim, mengingat ini hanya sementara saja. Akhirnya mata saya tertuju pada LG Quadbeat 2 loosepack yang kisaran harganya Rp 60.000-Rp 100.000 (April 2015)

LG Quadbeat 2 aslinya adalah IEM bawaan smartphone high-end nya LG, yaitu LG G2. Namun entah mengapa kok banyak yang jual loosepacknya, baik itu di online store lokal maupun internasional seperti eBay.
Apakah loosepack ini benar-benar barang original? Entahlah, dan jangan tanya saya juga, soalnya saya belum sempat membandingkan dengan Quadbeat 2 yang bawaan smartphone LGnya.

Sebenarnya ini kurang pantas disebut sebagai review LG Quadbeat 2, selain saya belum mencoba yang asli benar-benar asli dari LGnya, tidak ada jaminan apakah barang yang saya terima akan sama dengan yang Anda beli. Jadi, ini hanya sharing-sharing saja yaa :) 

Spesifikasi
Earphone Type: IEM
Driver : Dynamic Unit
Maximum rated power : 20mW
Sensitivity : 97dB (at 3mW)
Frequency band: 20Hz ~ 20kHz
Impedance : 24 ohm
Jack : 3.5 mm
Buttons : 3 Key (calls, volume control)

Kelengkapan
Karena barang loosepack, maka kelengkapan hanya ada IEM dan eartips saja. Sialnya, eartips yang diberikan hanya sepasang saja, ukuran M. Untungnya bentuk dan ukuran nozzle Quadbeat 2 ini tidak aneh-aneh, sehingga sangat mudah untuk mencari tips yang cocok dengannya. Tips dBe, basic, sony hybrid, spinfit, ortofon, dll bisa digunakan untuk Quadbeat 2 ini

Desain, Build Quality, dan Pemakaian
Lg Quadbeat 2 menggunakan desain angled nozzle seperti keluarga Phrodi (POD007, 300, 500, M201, dll).
Bahan utama penyusun housingnya adalah perpaduan metal ringan berwarna putih dengan plastik hitam berkualitas. Terlihat elegan sekali, tidak ada kesan murahan di sini. Bobotnya pun terasa sangat ringan, sehingga tidak mengganggu kenyamanan ketika dipakai.
Urusan build quality, di harga segini saya bilang sih top notch. Bahan berkualitas plus finishingnya sangat rapi, mengalahkan Moxpad X6 dan Auglamour AG-R1 yang terlihat tidak rapi finishingnya.

Beralih ke kabel, Quadbeat 2 menggunakan kabel pipih ala kwetiau. Model kabel seperti ini sedang digemari, karena tidak mudah kusut atau meninggalkan bekas lipatan yang berlebihan.
Pada Y-splitter terdapat logo LG dan dibaliknya ada keterangan made in Indonesia. Tumben, biasanya made in China, apakah ini benar-benar barang dari distributor r LG Indonesia? Entahlah :D
Quadbeat 2 menggunakan jack L-shaped dan sepertinya nickel plated 
Soal fitting dan kenyamanan, saya tidak menemukan masalah pada Quadbeat 2 ini. Fitting terbilang sangat mudah, isolation pun bagus. Namun yang perlu diperhatikan adalah nozzle angle nya, pastikan ketika memasukkan ke telinga dalam sudut yang tepat, atau mungkin di dalam telinga perlu sedikit diatur lagi posisinya agar mendapat suara yang terbaik, karena kalau tidak suara seperti bocor
Kualitas eartips bawaan lumayan, tidak terasa kasar, meski tentu urusan kenyamanan jangan dibandingkan dengan sony hybrid, spinfit, ortofon, dll. Yang jelas buat IEM harga segini, terhitung nyaman banget. Andai saja seller lebih berbaik hati memberikan tips ukuran lainnya, tidak hanya M.
Oh ya, Quadbeat 2 ini defaultnya sepertinya didesain untuk digunakan secara straight down. Namun ketika digunakan over ear pun tidak masalah, tidak ada gangguan kenyamanan yang timbul.
In-Line Mic, Call Handling, dan Volume Control
Quadbeat 2 yang sejatinya merupakan sebuah handsfree bawaan handphone, sudah tentu wajib memiliki fitur call handling dan mic, plus ada bonus volume kontrol. Posisi mic dan tombol-tombol ini ada di dekat left channel, di atas Y-splitter, jadi ketika IEM dipakai, posisi mic otomatis berada di dekat mulut.
Dicoba digunakan pada Samsung Galaxy S2, semua fitur berjalan dengan baik. Kualitas micnya bagus, suara terdengar jernih. Volume kontrol memudahkan kita untuk menaik-turunkan volume music player kita. Tombol call handling bisa berfungsi untuk mengontrol lagu, tekan sekali untuk play/pause, dua kali untuk next song, dan tiga kali untuk previous song.

Suara
Quadbeat ini sudah burn-in sekitar 100 jam
Setup yang digunakan :
- laptop + centrance dacport
- Samsung Galaxy S2

Secara keseluruhan, LG Quadbeat 2 ini suaranya warm

Quadbeat 2 memberikan kuantitas bass yang cukup besar, saya yakin Anda tidak akan kekurangan bass. Oh ya, pastikan fittingnya sudah pas ya, terutama sudut nozzlenya, karena kalau tidak pas impact bass menjadi tipis.
Bassnya agak boomy, terkadang sedikit muffled dan kurang detail. Untungnya bass masih cukup rapi, tidak gedebak-gedebuk belepotan gak jelas.
Quadbeat 2 ini asyik diajak nyetel musik yang banyak beat bassnya seperti pop dan RnB modern, beat-beat bassnya oke. Bagaimana dengan musik cepat seperti rock/metal? Keteteran sih tidak, namun karena agak boomy dan sedikit muffled, detail batas gebukannya jadi kurang tegas.

Mid dan vokal Quadbeat 2 yaa "just right", tidak ada hal yang menonjol dan membanggakan. Posisi vokal berada di tengah menurut saya. Midrange cukup jernih, detailnya biasa saja. Tidak bisa banyak komentar saya, yang jelas tidak jelek dan saya bisa menikmati kok. Just sit back and enjoy your music. Kalau mau dicari-cari sisi bagusnya sih, LG Quadbeat 2 ini tidak pernah mengeluarkan suara-suara yang membuat fatigue seperti sibilance, tajam, dan sejenisnya. Benar-benar smooth dan tidak bikin capek.

Treble pada Quadbeat 2 ini halus tapi tidak mendem. Suara-suara simbal dan gemerincing kecil tetap terdengar ditengah riuhnya bass dan midrange. Yaa memang sih kurang detail, tapi menurut selera saya sih masih cukup lah. Tidak ada kata tajam samasekali, sangat enak untuk didengarkan dalam waktu yang lama.

Separasi terbilang cukup, kadang masih ada yang sedikit bertumpuk tapi mengingat harga masih sangat bisa dimaklumi.
Soundstage menurut saya tidak luas, mirip-mirip dengan jimbon. Sedikit bertumpuk di tengah suaranya namun sedikit lebih baik dibandingkan jimbon.
Detail biasa saja, untuk kenikmatan bermusik santai sudah cukup banget laah

Genre
LG Quadbeat 2 asyik-asyik saja sih diajak untuk berbagai jenis lagu. Bestnya sih di sejenis pop modern yah kalau menurut saya. Buat lagu-lagu EDM pun asyik, hentakan-hentakannya mantap.
Untuk sejenis akustik atau lagu-lagu keras seperti rock, metal, dll sedikit kurang greget, gebukan bass kurang detail, dan treblenya kurang crisp, centrengan gitar akustik kurang detail.

Kesimpulan
Hmmmm
Untuk sebuah IEM yang ada mic dan volume controlnya, dan jika kita membelinya dengan selembar uang Rp 100.000 masih bisa ada kembalian* yang cukup untuk beli paket nasi+ayam+minum di KFC dan bahkan masih ada sisa buat bayar parkir dan beli snack di Indomaret, saya pikir saya tidak bisa banyak komplain tentang LG Quadbeat 2 ini.

Buat berbagai macam genre masih oke-oke saja. Desainnya bagus, build qualitynya oke, ada mic dan volume control pula. Worth to buy laah, terutama bagi Anda yang handsfree bawaan handphonenya hilang atau bahkan tidak diberikan handsfree dalam paket penjualannya.

Segi teknikaliti memang biasa saja, nothing special. Soundsignaturenya lebih ke arah fun, nyaman untuk didengar lama, main aman, dan mainstream. Yaa semua kembali ke Anda, dan saya rasa Anda tidak membayar terlalu mahal untuk IEM ini**

Plus :
- nyaman dipakai
- sama nyamannya ketika digukan straight down ataupun over ear
- tidak ada suara-suara sibilance, terlalu tajam, dan suara yang membuat cepat lelah lainnya

Minus :
- teknikaliti biasa saja
- loosepack, tidak ada jaminan barang yang saya dan Anda dapat adalah sama

Keterangan :
* : harga pada seller-seller tertentu
** : jika Anda membeli loosepack-an nya